Early Diagnosis pada HIV/AIDS
Umumnya, ada tiga tipe deteksi HIV, yaitu
tes PCR, tes antibodi HIV, dan tes antigen HIV.

Tes antigen dapat mendeteksi antigen
(protein P24) pada HIV yang memicu respon antibodi. Pada tahap awal infeksi
HIV, P24 diproduksi dalam jumlah tinggi dan dapat ditemukan dalam serum darah.
Tes antibodi dan tes antigen digunakan secara berkesinambungan untuk memberikan
hasil deteksi yang lebih akurat dan lebih awal. Tes ini jarang digunakan
sendiri karena sensitivitasnya yang rendah dan hanya bisa bekerja sebelum
antibodi terhadap HIV terbentuk.
Keuntungan diagnosis dini :
·
Intervensi
pengobatan fase infeksi asimsomatik dapat diperpanjang
·
Menghambat
perjalanan penyakit ke arah AIDS
·
Pencegahan
infeksi oportunistik
·
Konseling
dan pendidikan untuk kesehatan umum penderita
·
Penyembuhan
( bila mungkin ) hanya dapat terjadi bila pengobatan pada fase dini (Tjokronegoro&Hendra,2003
)
Prompt Treatment pada HIV/AIDS
ARV (Anti Retro Viral) adalah sebuah obat
yang digunakan dalam terapi bagi ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) dengan tujuan
menekan jumlah HIV sehingga virus ini tidak secara signifikan merusak kekebalan
tubuh orang yang telah terinfeksi oleh virus ini. Anti Retro Viral (ARV)
merupakan satu-satunya obat untuk pasien HIV/AIDS saat ini. Fungsinya adalah
menekan jumlah virus HIV di dalam tubuh penderita, sehingga tidak melemahkan
sel daya tahan tubuhnya. Dengan dijaganya virus untuk tidak menyerang sel
pertahanan tubuh, pasien HIV akan bisa hidup normal dan tidak cepat menderita
sakit.
World Health Organization (WHO), saat ini
mendesak pengobatan setelah penyakit tersebut berkembang ke suatu titik
tertentu, atau ketika tubuh T-sel, atau jumlah CD4, mencapai atau turun di
bawah tingkat 350 sel/mm3.ARV telah terbukti secara ilmiah efektif dalam
meningkatkan kualitas hidup ODHA. ODHA yang mengkonsumsi ARV secara teratur
telah terbukti dapat bertahan hidup lama dengan tingkat kesehatan yang tinggi.
ARV bahkan menunjukkan efektivitasnya pada ODHA dengan menekan kadar HIV dalam
tubuh hingga tingkat tidak terdeteksi oleh alat-alat tes sehingga penggunaan
secara teratur dalam kerangka upaya pencegahan penularan HIV telah mulai
dipertimbangkan.
ARV juga menjadi salah satu faktor yang
memberikan gambaran baik terhadap infeksi HIV sehingga orang-orang tidak takut
untuk memeriksakan kondisi tubuhnya terkait infeksi HIV dan mampu secara lebih
dini mendapatkan akses perawatan yang dibutuhkan bila ternyata ia terinfeksi
HIV.Pemberian ARV ternyata tidak hanya satu jenis. Pasien HIV diberikan
kombinasi dari 3 jenis obat ARV. ARV dari segi waktu minum obatnya, ada yang 12
jam sekali dan ada yang 24 jam sekali. Periode minum obat ini harus tepat waktu
dan tidak boleh berhenti. Dengan kata lain, pasien HIV harus meminum ARV seumur
hidup mereka.
ARV terbagi menjadi beberapa golongan.
Yang paling popular adalah digolongkan dalam beberapa tingkatan lini. Lini di
sini dimaksudkan untuk memberikan pilihan bagi ODHA ketika ARV yang
dikonsumsinya tidak cocok atau sudah menjadi kebal dalam menekan kadar HIV dalam
tubuh. Jadi ketika ARV lini pertama sudah tidak efektif lagi menekan kadar HIV
maka yang bersangkutan harus berganti ARV lini kedua.Jika ARV yang biasa
diberikan mengalami resistensi, ada pilihan ARV line dua. ARV line dua harganya
mahal karena hanya bisa dibeli di luar negeri.Apabila tidak mengonsumsi ARV
secara teratur, pasien HIV akan mengalami resistensi terhadap obat yang
diberikan. Efeknya, virus menjadi kebal terhadap obat dan kembali bertambah
banyak. Penyebab terjadinya resistensi, bisa karena pasien tidak disiplin minum
obat atau tubuh pasien tidak cocok dengan ARV yang diberikan.ARV menjadi kebal
dikarenakan beberapa faktor. Salah satu faktor terbesarnya adalah ARV tidak
diminum secara teratur. ARV harus diminum secara teratur setiap harinya dengan
mengikuti pola jam minum yang ketat. Ketidak tepatan waktu meminum ARV akan
menimbulkan potensi besar terjadinya kekebalan pada tubuh ODHA sehingga ARV
tidak lagi efektif dan yang bersangkutan harus berpindah lini ARV berikutnya.
Jadi ketersediaan ARV secara teratur menjadi salah satu kunci keberhasilan
terapi ARV bagi ODHA.
ARV yang selama ini beredar adalah versi
Generik. Jumlah terbesar di import dari India dan selanjutnya yang berasal dari
Kimia Farma. Dana pembelian berasal dari Global Fund (donor AIDS) untuk ARV
generik India dan APBN untuk ARV Generik Kimia Farma. ARV pertamakali
masuk ke Indonesia pada tahun 1997. Pada tahun itu, Pokdisus (Poliklinik
Pendidikan Khusus) AIDS RSCM mengimport langsung ARV namun harganya tidak
terjangkau oleh mayoritas ODHA. Pada tahun 2001, bertepatan dengan
ditandatanganinya Deklarasi Komitment UNGASS, beberapa jenis ARV generic telah
mulai masuk ke Indonesia meskipun harganya pun masih tetap mahal, mencapai
lebih dari satu juta rupiah untuk setiap bulannya sesuai kondisi ekonomi saat
itu. Tahun 2003 PT Kimia Farma meluncurkan produk ARV buatan dalam negeri
untuk pertama kalinya. Hal ini kemudian diperkuat dengan keluarnya Peraturan
Presiden mengenai Lisensi Wajib ARV pada tahun 2004 dan penyediaan ARV di subsidi
penuh oleh pemerintah. Peraturan mengenai lisensi wajib ini mencakup 2 jenis
ARV yaitu Lamivudine dan Nevirapine dan kemudian ditahun 2007 ditambah dengan
satu jenis ARV yaitu Efavirenz.
0 komentar:
Posting Komentar